En widya mirawati putri, putri (2025) PERKAWINAN ADAT GELIT DESA MAYANGREJO KECAMATAN KALITIDU KABUPATEN BOJONEGORO DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA. [Skripsi] (In Press)
![[thumbnail of Abstrak widya.pdf]](https://repository.unigoro.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
Abstrak widya.pdf
Restricted to Repository staff only
Download (4MB)
![[thumbnail of Bab 1.pdf]](https://repository.unigoro.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
Bab 1.pdf
Restricted to Registered users only
Download (266kB)
![[thumbnail of BAB 2.pdf]](https://repository.unigoro.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
BAB 2.pdf
Restricted to Registered users only
Download (292kB)
![[thumbnail of BAB 3.pdf]](https://repository.unigoro.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
BAB 3.pdf
Restricted to Registered users only
Download (388kB)
![[thumbnail of BAB IV-DAFPUS.pdf]](https://repository.unigoro.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
BAB IV-DAFPUS.pdf
Restricted to Registered users only
Download (217kB)
![[thumbnail of LAMPIRAN.pdf]](https://repository.unigoro.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
LAMPIRAN.pdf
Restricted to Registered users only
Download (372kB)
Abstract
Adat dan tradisi merupakan komponen utama dalam masyarakat yang berfungsi memberikan identitas budaya bagi suatu komunitas. Larangan perkawinan adat gelit merupakan leburan atas adat (akulturasi) yang terdapat di Desa Mayangrejo Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro dengan syariat islam. Adat gelit merupakan adat perkawinan yang telah melembaga pada masyarakat Desa Mayangrejo sejak puluhan tahun. Hingga kini, adat tersebut diyakini dengan hikmat oleh setiap lapisan masyarakat yang ada di Desa Mayangrejo baik muslim ataupun non-muslim hingga kaya maupun miskin. Adat gelit memiliki makna filosofis yang mendalam bagi masyarakat Desa Mayangrejo. Larangan ini berakar dari nilai-nilai spiritual dan simbolis dalam adat Jawa. Kesamaan suku kata pertama pada nama ayah dianggap mencerminkan kesamaan nasib atau takdir yang dapat menyebabkan ketidakcocokan dalam hubungan suami istri. Namun, fenomena ini menimbulkan kesenjangan dalam penerapannya ketika dikaitkan dengan hukum positif di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 sebagai perubahan atasnya tidak mengenal ketentuan larangan perkawinan berdasarkan kesamaan nama orang tua. Hukum positif lebih menekankan larangan perkawinan pada aspek-aspek legalitas, seperti hubungan darah, pernikahan sebelumnya yang belum putus, atau perbedaan agama. Hal ini menciptakan potensi konflik antara pelaksanaan tradisi adat yang bersifat lokal dan norma hukum nasional yang bersifat universal.
Item Type: | Skripsi |
---|---|
Additional Information: | 22742012151 |
Uncontrolled Keywords: | Perkawinan, Adat Gelit, Hukum Positif; |
Subjects: | Skripsi UNIGORO > Prodi Hukum |
Depositing User: | Enwidya Mirawati Putri 22742012151 |
Date Deposited: | 28 Jul 2025 08:02 |
Last Modified: | 28 Jul 2025 08:02 |
URI: | https://repository.unigoro.ac.id/id/eprint/1785 |